Membaca Tegasnya Bareskrim: Saatnya Hentikan Narasi Ijazah Palsu Jokowi
Oleh: Paulinus Teensian Mangko
Isu mengenai keaslian ijazah Presiden Joko Widodo kembali mengemuka setelah laporan dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) memunculkan dugaan pemalsuan ijazah S1 kepala negara. Meski isu ini bukan hal baru, kembali berputarnya narasi ini menunjukkan bahwa politik identitas dan sentimen personal terhadap pemimpin nasional masih menjadi alat provokasi yang mudah dimainkan.
Namun kali ini, Bareskrim Polri mengambil langkah yang tegas dan terbuka. Melalui proses penyelidikan yang melibatkan 39 saksi dari berbagai latar belakang—termasuk akademisi UGM, alumni, guru SMA, dan bahkan Presiden sendiri—penyelidikan ini menunjukkan komitmen aparat penegak hukum terhadap transparansi dan akuntabilitas.
Tidak hanya pemeriksaan saksi, laboratorium forensik turut dilibatkan untuk menguji dokumen-dokumen penting, mulai dari ijazah asli hingga skripsi. Hasilnya? Semuanya dinyatakan valid, identik, dan sesuai dengan format serta teknologi dokumen pada era 1980-an. Bahkan, skripsi yang sempat diragukan keberadaannya berhasil ditemukan dan terbukti ditulis sesuai prosedur akademik saat itu.
Di tengah era digital yang penuh disinformasi, kerja profesional Bareskrim ini patut diapresiasi. Laporan yang diajukan TPUA, yang ternyata belum terdaftar sebagai badan hukum resmi, justru menimbulkan pertanyaan balik: sejauh mana laporan seperti ini memiliki dasar hukum yang layak untuk diproses?
Patut dicatat, meskipun tidak ditemukan unsur pidana dalam laporan tersebut, Bareskrim tetap berhati-hati untuk tidak buru-buru menghentikan penyelidikan. Sikap ini mencerminkan prinsip kehati-hatian institusi hukum dalam menjaga objektivitas dan integritas, meskipun publikasi hasil penyelidikan telah menyuguhkan kesimpulan yang jelas.
Klarifikasi resmi dari Bareskrim terkait keaslian ijazah Presiden Jokowi seharusnya menjadi penutup bagi narasi yang selama ini terus dipelihara tanpa dasar kuat. Di tengah tantangan kebangsaan yang lebih mendesak, publik selayaknya mengalihkan perhatian dari isu-isu yang bersifat personal dan tidak produktif, menuju diskusi yang lebih membangun untuk masa depan bangsa. Sudah saatnya kita berhenti mengejar bayang-bayang dan mulai membicarakan substansi.

Komentar
Posting Komentar