Mengapa Sekolah Gagal Berkembang?
Oleh: Paulinus Teensian Mangko
1. Kepemimpinan Tidak Visioner
Pemimpin sekolah yang hanya mengurus rutinitas administratif tanpa arah jangka panjang, cenderung menjadikan sekolah berjalan di tempat. Sekolah butuh kepala sekolah yang mampu membaca tantangan zaman, menginspirasi guru, dan mendorong pembaruan. Tanpa visi yang jelas, sekolah kehilangan arah dan energi perubahan.
2. Guru yang Enggan Belajar
Guru adalah garda terdepan pendidikan. Namun ketika guru merasa cukup dengan apa yang sudah dimiliki dan enggan belajar hal baru, maka stagnasi menjadi keniscayaan. Dunia berubah cepat—kurikulum, teknologi, bahkan karakter siswa. Guru yang tidak mau belajar adalah hambatan besar bagi kemajuan pendidikan.
3. Budaya Sekolah yang Toksik
Sekolah yang diwarnai budaya saling menjatuhkan, gosip, dan minim kolaborasi akan sulit berkembang. Lingkungan kerja yang tidak sehat mematikan inisiatif dan kreativitas. Ketika satu sama lain saling curiga, bukan saling dukung, maka potensi tim yang seharusnya saling melengkapi justru terpecah.
4. Minimnya Keterlibatan Orang Tua
Keterlibatan orang tua yang hanya muncul saat anak bermasalah menunjukkan masih rendahnya kesadaran bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama. Padahal, dukungan orang tua sangat penting dalam mendampingi tumbuh kembang anak. Sekolah yang berkembang adalah yang berhasil menjalin kemitraan aktif dengan keluarga siswa.
5. Fokus Berlebihan pada Nilai Akademik
Sekolah yang hanya mengejar nilai tinggi tetapi abai pada karakter, kreativitas, dan kesehatan mental justru mencetak generasi yang rapuh. Pendidikan sejati bukan sekadar angka di rapor, melainkan proses membentuk manusia utuh. Sayangnya, banyak sekolah masih terjebak dalam paradigma lama yang mengukur kualitas siswa hanya lewat ujian tertulis.
6. Tidak Mampu Mengelola Perubahan Teknologi
Di era digital, sekolah dituntut untuk adaptif terhadap teknologi. Namun banyak sekolah yang belum siap—baik dari sisi perangkat maupun SDM. Ketika teknologi dianggap beban, bukan alat bantu pembelajaran, maka sekolah ketinggalan zaman dan tidak relevan bagi siswa.
7. Tidak Ada Refleksi Kolektif
Sekolah yang tidak pernah melakukan evaluasi dan refleksi bersama, akan terus mengulangi kesalahan yang sama. Refleksi bukan sekadar rapat evaluasi formal, tapi proses mendalam untuk meninjau praktik, mencari akar masalah, dan menyusun solusi secara kolektif. Tanpa budaya reflektif, sekolah kehilangan peluang untuk tumbuh.
Masalah utama kegagalan sekolah berkembang bukan semata-mata soal anggaran atau fasilitas, melainkan budaya internal, kualitas kepemimpinan, dan kemauan berubah dari seluruh elemen. Sekolah perlu menanamkan budaya belajar, kolaborasi, dan refleksi yang hidup.
Saran:
- Pemimpin sekolah perlu dibekali pelatihan kepemimpinan visioner dan manajemen perubahan.
- Guru didorong untuk terus belajar melalui pelatihan, komunitas belajar, dan supervisi yang membina.
- Ciptakan budaya positif di sekolah: saling menghargai, mendukung, dan terbuka terhadap perbaikan.
- Orang tua diajak lebih aktif terlibat lewat forum kemitraan dan dialog berkala.
- Evaluasi kurikulum agar seimbang antara aspek akademik dan pengembangan karakter.
- Investasi dalam transformasi digital yang ramah dan relevan bagi guru dan siswa.
- Jadikan refleksi kolektif sebagai budaya kerja rutin.
Sekolah yang berkembang bukanlah sekolah yang sempurna, melainkan sekolah yang terus belajar. (PTM)

Komentar
Posting Komentar